Validitas Instrumen



VALIDASI INSTRUMEN

Tujuan utama dari proses penelitian ialah bagaimana peneliti dapat memperoleh kesimpulan dengan dilandasi dan didukung oleh fakta-fakta yang representatif. Untuk dapat memperoleh fakta-fakta yang representatif, diperlukan data dan informasi yang objektif. Tingkat keobjektifan data hasil penelitian ter­gantung pada seberapa jauh kemampuan instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data. Tinggi rendahnya kemampuan instrumen pengumpul data, tergantung pada tinggi rendahnya tingkat validitas dan reliabilitas instrumen yang digunakan. Oleh karena itu sebelum peneliti terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data, dia harus melakukan pembahasan untuk mempertimbang­kan mengenai validitas dan reliabilitas instrumen yang akan digunakan dalam proses penelitian.

A. Validitas Instrumen
Validitas instrumen adalah kemampuan instrumen untuk mengukur dan menggambarkan keadaan suatu aspek sesuai dengan maksudnya untuk apa instrumen tersebut dibuat, sebagaimana dinyatakan oleh Gay (1983:110) sebagai berikut: the most simplistic definition of validity is that it is the degree to which a test measured what it is supposed to measured. Kerlinger (200:685) juga memberikan rumusan sangat umum mengenai validity, yaitu dengan mengajukan suatu pertanyaan, apakah instrumen yang kita buat mampu mengukur apa yang kita maksudkan, sebagaimana dinyatakan.. does the instrumen measure what it is supposed to measure.
Persoalan validitas instrumen berhubungan dengan pertanyaan, apakah suatu instrumen yang dibuat mampu menggambarkan ciri-ciri, sifat­-sifat. atau aspek apa saja yang akan diukur, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Validitas juga dapat dimaknai sebagai ketepatan dalam mem­berikan interpretasi terhadap hasil pengukurannya.
Terdapat dua makna yang terkandung di dalam konsep validitas, yaitu relevans dan accuracy. Relevansi menunjuk pada kemampuan instrumen untuk memerankan fungsi untuk apa instrumen tersebut dimaksudkan (what it is intended to measure). Accuracy menunjuk ketepatan instrumen untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang diukur secara tepat, yang berarti dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Dalam memaknai konsep validitas, kita tidak boleh menyatakan bahwa suatu instrumen yang sudah dinyatakan valid, juga akan valid untuk maksud atau tujuan yang lain, serta berlaku untuk kondisi yang berbeda. Pengembalian keputusan mengenai valid tidaknya suatu instrumen ter­gantung pada tiga hal, yaitu:
  1. Valid untuk apa,
  2. Valid untuk siapa, dan
  3. Valid dalam konteks yang bagaimana.
Suatu instrumen mungkin saja valid untuk tujuan tertentu, akan tetapi belum tentu valid untuk suatu tujuan lain. Suatu instrumen dapat saja valid untuk suatu kelompok responden tertentu, akan tetapi belum tentu valid untuk kelompok responden yang lain. Suatu instrumen mungkin saja valid untuk suatu kelompok responden dengan latar belakang budaya tertentu, akan tetapi belum tentu valid untuk kelompok responden yang lain dengan latar belakang budaya yang lain pula. Jadi suatu instrumen yang dirancang untuk suatu tujuan tertentu, keputusan mengenai validitasnya, hanya dapat di­evaluasi atau dipertimbangkan bagi tujuan tersebut.

Macam-Macam Validitas Instrumen
Pada umumnya para ahli pengukuran, khususnya pengukuran dalam bidang psikologi dan pendidikan, menggolongkan validitas menjadi beberapa tipe, yaitu:.
  1. Validitas konstruk (construct validity),
  2. Validitas isi (content validity), dan
  3. Validitas kriterion (kriterion-related validity).
(Kerlinger, 2000:686; Babble, 2004:144-145).
Untuk validitas konstruk dan validitas isi, kriteria yang digunakan dalam pengambilan keputusan, dilakukan dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan logis, konseptual, dan menggunakan dasar­-dasar penalaran tertentu, tanpa harus melakukan uji empiris atau uji lapangan. Sebaliknya, pada validitas kriterion, proses validasinya dilakukan melalui pengujian empiris atau uji lapangan, yaitu dengan jalan mengkorelasikan hasil pengukuran dari instrumen yang kits susun dengan suatu kriterium yang dipandang valid. Bila peneliti memilih tipe validitas korelasional, maka pengambilan keputusan untuk menyatakan apakah instrumen tersebut valid atau tidak, dilakukan dengan menghitung korelasi dengan menggunakan taraf siginifikansi 0,05. Ada dua tipe dari validitas korelasional ini, yaitu validitas konkuren (concurrent validity), dan validitas prediktif (predictive validity).
a.  Validitas konstruk
Validitas konstruk berhubungan dengan pertanyaan: seberapa jauh instrumen yang kita susun mampu menghasilkan butir-butir pertanyaan yang telah dilandasi oleh konsep teoritik tertentu. Validitas konstruk disusun dengan mendasarkan diri pada pertimbangan-­pertimbangan rasional dan konseptual yang didukung oleh teori yang sudah mapan. Proses menentukan validitas bukan merupakan pekerjaan yang mudah. Untuk dapat menyusun validitas konstruk, pe­neliti harus menguasai secara mendalam teori-teori yang relevan, ditambah dengan pengalaman menyusun instrumen, konsultasi dengan ahli di bidangnya, dan diskusi dengan teman sejawat (peers). Oleh karena itu untuk memantapkan validitas konstruk ini, peneliti di­anjurkan untuk memperoleh masukan berupa penilaian, pertimbangan dan kritik-kritik dari pars ahli dalam bidang yang terkait. Prosedur seperti itu dikenal dengan apa yang disebut dengan expert judgment.
Langkah-langkah yang ditempuh untuk memperoleh suatu konstruk yang diharapkan, biasanya melalui prosedur sebagai berikut:
1)  melakukan analisis logik, dan
2)  melakukan analisis hubungan dan atau perbedaan dengan konstruk lain.

Analisis logic dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Peneliti membuat definisi operasional mengenai konstruk atau konsep yang dimaksud dengan berlandaskan diri pada teori-teori yang relevan;
2) Peneliti melakukan justifikasi mengenai suatu konstruk yang diperkirakan dapat memberikan gambaran secara jelas mengenai suatu konstruk atau konsep yang dimaksud. Dalam hal ini pe­nyusun instrumen dapat menganut salah satu teori atau melakukan suatu sintesa, atau memodifikasi teori yang ada yang dianggap relevan.
3) Operasionalisasikan konstruk yang secara konseptual telah mantap ke dalam indikator-indikator, bahkan sampai ke dalam sub indikator (prediktoi), sehingga perilaku atau gejalanya dapat diukur dan diamati.
4) Lakukan check-recheck untuk meyakinkan bahwa apa yang telah dirumuskan tersebut benar-benar telah menggambarkan konstruk yang dimaksud.

Analisis hubungan dan atau analisis perbedaan dilakukan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut:
1) Kumpulkan konstruk atau konsep-konsep lain yang sama atau serupa dengan konsep yang kita maksudkan. Di samping mengumpulkan konsep-konsep yang sama, juga kumpulkan konsep-konsep lain yang berbeda. Mencari konsep-konsep yang sama atau berbeda tersebut dimaksudkan agar diperoleh keyakinan yang kuat dan mendalam bahwa konsep atau konstruk yang dimaksudkan secara teoritik dan logik benar.
2) Suatu konstruk yang semula telah dianggap benar, akan tetapi apabila dikemudian hari diperoleh informasi baru, baik informasi baru tersebut berasal dari teori dan atau yang berasal dari sejawat atau ahli yang relevan, peneliti harus siap melakukan modifikasi secukupnya-,
3) Kumpulkan bukti-bukti dari sumber lain yang dipandang dapat mendukung konstruk yang dimaksud, misalnya hasil pengukuran dengan instumen yang sejenis mengenai objek, gejala, atau perilaku yang serupa, merupakan sumber yang sangat berharga untuk dipertimbangkan.

b.  Validitas Isi
Validitas isi berhubungan dengan kemampuan instrumen untuk menggambarkan atau melukiskan secara tepat mengenai domain perilaku yang akan diukur. Misalnya instrumen yang dibuat untuk mengukur kinerja karyawan, maka instrumen tersebut harus dapat melukiskan secara benar mengenai kinerja karyawan sebagaimana diuraikan dalam deskripsi tugas-tugas karyawan. Contoh lain lagi misalnya instrumen yang disiapkan untuk mengukur prestasi belajar siswa, maka instrumen tersebut harus dapat melukiskan dengan benar prestasi belajar siswa sesuai dengan standar prestasi sesuai dengan materi pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa. Kalau pada instrumen kinerja peneliti melakukan analisis kinerja sebagaimana yang ditetapkan dalam deskripsi tugas (job description), maka pada instrumen untuk mengukur prestasi belajar, peneliti harus melakukan analisis materi pelajaran, mulai dari pembagian bab per bab, sampai pada uraian setiap pokok bahasan.
Ada dua hal penting yang harus diperhatikan dalam memaknai validitas isi, yaitu:
1)  Menyangkut validitas butir, dan
2)  Menyangkut validitas sampling.
Validitas butir berhubungan dengan pertanyaan: seberapa jauh butir-butir instrumen dapat mencerminkan keseluruhan isi dari aspek atau domain yang hendak diukur. Validitas sampling dihadapkan pada pertanyaan: seberapa jauh butir-butir instrumen tersebut merupakan sampel yang representatif dari keseluruhan aspek atau bahan atau domain yang diukur.
Dengan memaknai komponen-komponen tersebut (butir dan sampling), penyusun instrumen sebelum menyajikan butir-butir pertanyaan, terlebih dahulu ia harus menyusun daftar yang memuat keseluruhan isi dari materi atau domain yang dimaksud. Keseluruhan domain tersebut dijabarkan ke dalam aspek-aspek yang yang lebih terperinci. kemudian dideskripsikan indikator-indikatornya, sampai ke sub-sub indikator, sehingga gejalanya dapat diukur dan diamati. Selan­jutnya untuk lebih meyakinkan diri tentang semua yang telah dilakukan tersebut, penyusun instrumen dapat meminta pertimbangan dari kolegia atau ahli yang kompeten melalui forum diskusi antar ahli. Per­timbangan-pertimbangan itu berupa saran, masukan, kritik, dan evaluasi, yang dimaksudkan memperbaiki dan menyempurnakan instrumen yang kita susun.

c. Validitas Kriterion
Validitas kriterion yang dimaksud di sini ialah validitas instrumen yang diperoleh dengan membandingkan instrumen yang kita susun/buat dengan suatu kriterium eksternal. Kriterion eksternal yang dimaksud di sini adalah berupa hasil pengukuran yang menurut pertimbangan rasional dapat dipertanggungjawabkan. Ada dua kriteria yang sering digunakan oleh para ahli, yaitu:
1)  Kriterion konkaren (concurrent criterion), dan
2)  Kriterion prediktif (predictive criterion).
Apabila peneliti menggunakan kriterion konkaren, peneliti harus mencari hasil-hasil pengukuran lain yang pernah dilakukan orang, mengenai domain yang sama dengan domain yang sedang kita siapkan instrumennya,yang dipandang atau diakui sudah valid. Sebagai contoh misalnya peneliti ingin menyusun instrumen mengenai tes masuk suatu perguruan tinggi. Untuk keperluan ini peneliti mengkomparasikan hasil tes masuk perguruan tinggi dengan nilai rapor akhir kelas III SMU, melalui analisis statistik korelasi. Bila hasil korelasi menunjukkan ada korelasi dengan taraf signifikansi 0,05, maka



Category: 0 komentar

Teknik Pengambilan Sampel



TEKNIK PENGAMBILAN SAMPEL

Teknik sampling adalah merupakan teknik pengambilan sampel. Untuk, menentukan sampel yang akan digunakan dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang digunakan. Secara skematis, teknik macam­macam sampling ditunjukkan pada gambar 1.
Dari gambar tersebut terlihat bahwa, teknik sampling pada dasarnya dapat dikelompokkan menjadi dua. yaitu Probability Sampling dan Nonprobability Sampling. Probability sampling meliputi, simple random, proportionate stratified random, disproportionate stratified random, dan area random. Non probabilitysampling meliputi, sampling sistematis, sampling kuota, sampling aksidental, purposive ve sampling, sampling jenuh, dan snowball sampling.

Gambar 1 Macam-macam Teknik Sampling
1. Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel. Teknik ini meliputi, simple random sampling, proportionate stratified random sampling, disproportionate stratified random, sampling area (cluster) sampling (sampling menurut daerah).  
a. Simple Random Sampling
Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu. Cara demikian dilakukan bila anggota populasi dianggap homogen. Lihat gambar 2 berikut.

Gambar 2 Teknik Simple Random Sampling

b. Proportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional. Suatu organisasi yang mempunyai pegawai dari Tatar belakang pendidikan yang berstrata, maka populasi pegawai itu berstrata. Misalnya jumlah pegawai yang lulus S1 = 45, S2 = 30, STM = 800, ST = 900, SMEA = 400, SD = 300. Jumlah sampel yang harus diambil meliputi strata pendidikan tersebut. Teknik Proportionate Stratified Random Sampling dapat digambarkan seperti gambar 3 berikut .

Gambar 3 Teknik Proportionate Stratified Random Sampling

c. Disproportionate Stratified Random Sampling
Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila popular berstrata tetapi kurang proporsional. Misalnya pegawai dari unit kerja tertentu mempunyai; 3 orang lulusan S3, 4 orang lulusan S2, 90 orang S1, 800 orang SMU, 700 orang SMP. Maka tiga orang lulusan S3 dan empat orang S2 itu diambil semuanya sebagai sampel. Karena dua kelompok ini terlalu kecil bila dibandingkan dengan kelompok S1, SMU, dan SMP.  
d. Cluster Sampling (Area Sampling)
Teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas, misal penduduk dari suatu negara, propinsi atau kabupaten. Untuk menentukan penduduk mana, yang akan dijadikan sumber data, maka pengambilan sampelnya berdasarkan daerah populasi yang telah ditetapkan.
Misalnya di Indonesia terdapat 30 propinsi, dan sampelnya akan menggunakan 15 propinsi, maka pengambilan 15 propinsi itu dilakukan secara random. Tetapi perlu diingat, karena propinsi-propinsi di Indonesia itu berstrata (tidak sama) maka pengambilan sampelnya perlu menggunakan stratified random sampling. Propinsi di Indonesia ada yang pendudukanya padat, ada yang tidak, ada, yang mempunyai hutan banyak ada, yang tidak, ada, yang kaya bahan tambang ada yang tidak. Karakteristik semacam ini perlu diperhatikan sehingga pengambilan sampel menurut strata populasi itu dapat ditetapkan.
Teknik sampling daerah ini sering digunakan melalui dua tahap, yaitu tahap pertama menentukan sampel daerah, dan tahap berikutnya menentukan orang-orang yang ada pada daerah itu secara sampling juga. Teknik ini dapat digambarkan seperti gambar 4 berikut.

Gambar 4 Teknik Cluster Sampling

2. Nonprobability Sampling
Nonprobability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Teknik sampel ini meliputi, sampling sistematis, kuota, aksidental, purposive, jenuh, snowball.  
a. Sampling Sistematis
Sampling sistematis adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut. Misalnya anggota populasi yang terdiri dari 100 orang. Dori semua anggota itu diberi nomor urut, yaitu nomor I sampai dengan nomor 100. Pengambilan sampel dapat dilakukan dengan nomor ganjil saja, genap saja, atau kelipatan dari bilangan tertentu, misalnya kelipatan dari bilangan lima. Untuk ini maka yang diambil sebagai sampel adalah nomor 1, 5, 10, 15, 20, dan seterusnya sampai 100. Lihat gambar 5
Gambar 5. Sampling Sistematis. No populasi kelipatan -tiga yang diambil (3, 6, 9, dan seterusnya)

b. Sampling Kuota
Sampling kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan. Sebagai contoh, akan melakukan penelitian tentang pendapat masyarakat terhadap pelayanan masyarakat dalam urusan Izin Mendirikan Bangunan. Jumlah sampel yang ditentukan 500 orang. Kalau pengumpulan data belum didasarkan pada 500 orang tersebut, maka penelitian dipandang belum selesai, karena belum memenuhi kouta yang ditentukan.
Bila pengumpulan data dilakukan secara kelompok yang terdiri atas 5 orang pengumpul data, maka setiap anggota kelompok harus dapat menghubungi 100 orang anggota sampel, atau 5 orang tersebut harus dapat mencari data dari 500 anggota sampel.  
c. Sampling Insidental
Sampling Insidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data.  
d. Sampling Purposive
Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Misalnya akan melakukan penelitian tentang kualitas makanan, maka sampel sumber datanya adalah orang yang ahli makanan, atau penelitian tentang kondisi politik di suatu daerah, maka sampel sumber datanya adalah orang yang ahli politik. Sampel ini lebih cocok digunakan untuk penelitian kualitatif, atau penelitian-penelitian yang tidak melakukan generalisasi.  
e. Sampling Jenuh
Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini Bering dilakukan bila jumlah populasi relatif kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membunt generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil. Istilah lain sampel Jenuh adalah senses, dimana semua anggota populasi dijadikan sampel.  
f. Snowball Sampling
Snowball sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding yang lama-lama menjadi besar. Dalam penentuan sampel, pertama-tama dipilih satu atau dua orang, tetapi karena dengan dua orang ini belum merasa lengkap terhadap data yang diberikan, maka peneliti mencari orang lain yang dipandang lebih tahu dan dapat melengkapi data yang diberikan oleh dua orang sebelumnya. Begitu seterusnya, sehingga jumlah sampel semakin bertambah sampai mengkristal yang berarti sample sudah cukup dan tidak bertambah lagi.



Category: 0 komentar

Statistik Penelitian



STATISTIK PENELITIAN
Pengertian Statistik
Secara etimologi kata ”statistik” berasal dari kata status (bahasa latin) yang mempunyai persamaan arti dengan kata state (bahasa Inggris) atau kata staat (bahasa Belanda), yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi negara. Pada mulanya, kata statistik diartikan sebagai kumpulan bahan keterangan (data), baik yang berwujud angka (data kuantitatif) maupun tidak berwujud angka (data kualitatif), yang mempunyai arti penting dan kegunaan yang besar bagi suatu negara. Namun pada perkembangan berikutnya, arti kata statistik hanya dibatasi pada kumpulan bahan keterangan yang berwujud angka (data kuantitatif) sedangkan bahan keterangan tidak berwujud angka tidak lagi disebut statistik.
Dalam kamus Bahasa Inggris akan kita jumpai kata statistics dan kata statistic. Kedua kata itu mempunyai arti yang berbeda. Kata statistics artinya “ilmu statistik”, sedangkan kata statistic diartikan sebagai ukuran yang diperoleh atau berasal dari sampel, yaitu sebagai lawan dari kata parameter yang berarti ukuran yang diperoleh atau berasal dari populasi.
Ditinjau dari terminologi, istilah Statistik kadang diberi pengertian sebagai data statistik, yaitu kumpulan bahan keterangan yang berupa angka atau bilangan atau dengan istilah lain, statistik adalah deretan atau kumpulan angka yang menunjukan keterangan mengenai cabang kegiatan hidup tertentu.

Penggolongan Statistik
Berdasarkan tingkat pekerjaannya (tahapan yang ada dalam kegiatan statistik), statistik sebagai ilmu pengetahuan dapat dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: statistik Deskriptif dan statistik Inferensial.
Statistik Deskriptif atau lazim dikenal dengan istilah Statistik Deduktif, Statistik Sederhana, atau Descriptive Statistics adalah statistik yang tingkat pekerjaanya mencakup cara-cara menghimpun, menyusun atau mengatur, mengolah, menyajikan dan menganalisis data angka agar dapat memberikan gambaran yang teratur, ringkas dan jelas mengenai suatu gejala, peristiwa atau keadaaan. Dengan kata lain, statistik deskriptif adalah statistik yang mempunyai tugas mengorganisasi dan menganalisis data angka, agar dapat memberikan gambaran secara teratur, ringkas, dan jelas mengenai suatu gejala, peristiwa atau keadaan, sehingga dapat ditarik pengertian atau makna tertentu.
Statistik Inferensial atau dikenal juga dengan istilah Statistik Induktif, Statistik Lanjut, Statistik Mendalam atau Inferensial Statistics adalah statistik yang menyediakan aturan atau cara yang dapat dipergunakan sebagai alat dalam rangka mencoba menarik kesimpulan yang bersifat umum, dari sekumpulan data yang telah disusun dan diolah. Kecuali itu, statistik inferensial juga menyediakan aturan tertentu dalam rangka penarikan kesimpulan (conclusion), penyusunan atau pembuatan ramalan (prediction), penaksiran (estimaton), dan sebagainya. Dengan demikian statistik Inferensial sifatnya lebih mendalam dan merupakan tindak lanjut dari statistik deskriptif.
Statistik deskriptif pada dasarnya merupakan fundamen dari ilmu statistik secara keseluruhan, ia merupakan dasar dan tulang punggung dari seluruh struktur ilmu statistik. Karena itu untuk mempelajari atau memahami Statistik Inferensial, seseorang harus lebih dahulu mempelajari statistik Deskriptif.

Ciri Statistik
Pada dasarnya statistik sebagai ilmu pengetahuan memiliki tiga ciri khusus, yaitu:
  1. Statistik selalu bekerja dengan angka dan bilangan (dalam hal ini adalah data kuantitatif). Dengan kata lain untuk dapat melaksanakan tugasnya, statistik memerlukan bahan keterangan yang sifatnya kuantitatif.
  2. Statistik bersifat objektif. Ini mengandung pengertian bahwa statistik selalu bekerja menurut objeknya, atau bekerja menurut apa adanya. Kesimpulan yang dihasilkan dan ramalan yang dikemukakan oleh statistik semata-mata didasarkan data angka yang dihadapi dan diolah, dan bukan didasarkan pada subjektivitas atau pengaruh luar lainya. Itulah sebabnya mengapa statistik sering dikatakan sebagai alat penilai kenyataan.
  3. Statistik bersifat universal. Ini mengandung pengertian bahwa ruang lingkup statistik atau ruang gerak dan bidang garapan statistik tidaklah sempit. Statistik dapat dipergunakan dalam hampir semua cabang kegiatan hidup manusia.
Permasalahan Statistik
Hananto Sigit dalam bukunya Statistik Suatu Pengantar (1966) mengemukakan ada tiga permasalahan dasar dalam statistik, yaitu 1. Permasalahan tentang rata-rata (average), 2. Permasalahan tentang Pemencaran atau Penyebaran (Variability atau Dispersion) dan 3. Permasalahan tentang Saling-Hubungan (Korelasi).
Suatu persoalan statistik lainya adalah apa yang dikenal dengan nama dispersi (dispersion) atau variabilitas. Ukuran variabilitas yang kecil akan menunjukan kualitas yang tinggi, mungkin inilah yang menyebabkan  mengapa statistik dianggap membosankan oleh sebagian besar orang.



Category: 0 komentar