REABILITAS INSTRUMEN
1.
Pengertian
Reliabilitas
instrumen menunjukkan tingkat kestabilan, konsistensi, keajegan, dan atau
kehandalan instrumen untuk menggambarkan gejala seperti apa adanya.
Reliabilitas dari kata Inggris "reliability” yang sama maknanya
dengan kata konsistensi (concistency or stability), dapat dipercaya (dependability).
Reliabilitas merupakan bentuk "noun", sedang kata sifatnya
adalah "reliable". Secara konsep instrumen yang reliabel ialah
instrumen yang apabila digunakan terhadap subjek yang sama, akan menunjukkan
hasil yang sama, walaupun dilaksanakan dalam kondisi dan waktu yang berbeda.
Jadi suatu instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut digunakan
untuk subjek yang sama, dalam waktu dan kondisi yang berbeda, tetap menunjukkan
hasil yang sama.
Untuk
objek-objek penelitian yang sifatnya alamiah, persoalan mengenai reliabilitas
ini tidak perlu menimbulkan banyak pertimbangan, oleh karena objek-objek
alamiah relatif stabil dalam dimensi waktu dan kondisi yang berbeda. Lain
hainya bila instrumen penelitian digunakan untuk mengukur gejala-gejala sosial
dan perilaku. Objek-objek sosial dan perilaku selalu menunjukkan adanya variasi
dalam dimensi waktu dan kondisi. Ambil saja sebagai contoh misainya kayu, batu,
pasir, tanah, dan semacamnya, semuanya menunjukkan adanya sifat-sifat yang jauh
lebih stabil dibandingkan dengan aspek-aspek perilaku seperti sikap sikap
sosial, aktivitas belajar, prestasi belajar, kinerja pegawai, intensitas berdiskusi,
dan sebagainya. Semuanya akan sangat mudah berubah karena waktu dan kondisi
pengukurannya berbeda. Hal tersebut menuntut perlunya masalah instrumen untuk
mengukur gejala-gejala sosial dan perilaku, perlu disiapkan dengan saksama dan
hati-hati sebelum instrumen tersebut digunakan, karena instrumen yang tidak
stabil, dipastikan akan memperoleh hasil penelitian yang tidak baik, dalam arti
hasil penelitian yang tidak dapat menggambarkan keadaan gejala yang diukur
seperti apa adanya.
2.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Reliabilitas Instrumen
Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi ketidakstabilan hasil penelitian, khususnya
untuk gejala-gejala sosial dan perilaku. Bebarapa diantaranya ialah:
a.
Faktor instrumennya sendiri,
b.
Faktor gejala yang diukur dan diamati, dan
c.
Kondisi penyelenggaraan pengukuran.
Instrumen
yang digunakan untuk mengukur gejala-gejala sosial dan perilaku, selalu berupa
pertanyaan yang menggunakan kalimat yang disusun oleh peneliti dalam bentuk
kuesioner, interviu, observasi atau mungkin tes instrumen-instrumen yang
menggunakan kalimat semacam itu pasti akan direspon secara berbeda oleh
responden yang mengisi instrumen. Perbedaan responden dalam merespon kuesioner
yang diberikan tersebut bukan karena objek responnya yang berbeda, akan tetapi
bisa jadi karena cara memaknai atau menangkap makna yang terkandung dalam
instrumen berbeda. Oleh karena itu saran yang selalu disampaikan kepada
peneliti yang akan menyusun instrumen semacam itu ialah supaya
pertanyaan-pertanyaan yang dibuat tidak memiliki sifat berwajuh arti atau
bermakna ganda. Pendek kata pertanyaan-pertanyaan yang diajukan harus
diinterpretasi atau dimaknai sama oleh responden yang berbeda.
Faktor
gejala atau perilaku yang diukur. Gejala-gejala sosial dan perilaku memiliki
sifat mudah berubah, baik karena faktor internal maupun faktor eksternal. Sikap
seseorang tidak menunjukkan keadaan stabil dalam dimensi waktu, tempat, dan
kondisi/situasi. Jarang dijumpai adanya sikap yang relatif tetap/stabil dalam
fluktuasi waktu. Sikap terhadap objek yang sama oleh subjek yang sama, belum tentu
sama, bila waktu, tempat, dan situasi meresponnya berbeda.
Kondisi
penyelenggaraan pengukuran juga akan dapat mempengaruhi ketidakstabilan gejala.
Suatu instrumen yang diselenggarakan pads kondisi ramai, suasana hiruk pikuk,
dan situasi temperatur tinggi, dipastikan akan memberikan hasil yang berbeda
apabila instrumen tersebut diselenggarakan pada kondisi tenang, dan situasi
yang sejuk. Demikian juga misalnya tes yang pelaksanaannya diawasi secara
ketat, menakutkan, dipastikan akan memberikan hasil yang berbeda dibandingkan
dengan penyelenggaraan tes yang diawasi secara familier dan suasana yang
menyenangkan.
Dengan
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakstabilan hasil pengukuran
terhadap gejala-gejala sosial dan perilaku tersebut, peneliti perlu
mengusahakan dengan berbagai cara agar hasil pengukuran dapat menggambarkan
keadaan yang sebenarnya. Usaha-usaha tersebut adalah:
- Memperbanyak kasus atau objek yang diteliti;
- Melakukan pengukuran atau pengamatan secara berulang-ulang;
- Membandingkan pengamatan peneliti dengan pengamatan peneliti lain;
- Menambah jumlah pengamat;
Menggunakan
instrumen atau alat ukur yang handal
0 komentar:
Posting Komentar