VALIDASI INSTRUMEN
Tujuan
utama dari proses penelitian ialah bagaimana peneliti dapat memperoleh
kesimpulan dengan dilandasi dan didukung oleh fakta-fakta yang representatif.
Untuk dapat memperoleh fakta-fakta yang representatif, diperlukan data dan
informasi yang objektif. Tingkat keobjektifan data hasil penelitian tergantung
pada seberapa jauh kemampuan instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data.
Tinggi rendahnya kemampuan instrumen pengumpul data, tergantung pada tinggi
rendahnya tingkat validitas dan reliabilitas instrumen yang digunakan. Oleh
karena itu sebelum peneliti terjun ke lapangan untuk mengumpulkan data, dia
harus melakukan pembahasan untuk mempertimbangkan mengenai validitas dan
reliabilitas instrumen yang akan digunakan dalam proses penelitian.
A.
Validitas Instrumen
Validitas
instrumen adalah kemampuan instrumen untuk mengukur dan menggambarkan keadaan
suatu aspek sesuai dengan maksudnya untuk apa instrumen tersebut dibuat,
sebagaimana dinyatakan oleh Gay (1983:110) sebagai berikut: the most
simplistic definition of validity is that it is the degree to which a test
measured what it is supposed to measured. Kerlinger (200:685) juga
memberikan rumusan sangat umum mengenai validity, yaitu dengan mengajukan suatu
pertanyaan, apakah instrumen yang kita buat mampu mengukur apa yang kita
maksudkan, sebagaimana dinyatakan.. does the instrumen
measure what it is supposed to measure.
Persoalan
validitas instrumen berhubungan dengan pertanyaan, apakah suatu instrumen yang
dibuat mampu menggambarkan ciri-ciri, sifat-sifat. atau aspek apa saja yang
akan diukur, sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Validitas juga dapat
dimaknai sebagai ketepatan dalam memberikan interpretasi terhadap hasil
pengukurannya.
Terdapat
dua makna yang terkandung di dalam konsep validitas, yaitu relevans dan accuracy.
Relevansi menunjuk pada kemampuan instrumen untuk memerankan fungsi untuk
apa instrumen tersebut dimaksudkan (what it is intended to measure). Accuracy
menunjuk ketepatan instrumen untuk mengidentifikasi aspek-aspek yang diukur
secara tepat, yang berarti dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya.
Dalam
memaknai konsep validitas, kita tidak boleh menyatakan bahwa suatu instrumen
yang sudah dinyatakan valid, juga akan valid untuk maksud atau tujuan yang
lain, serta berlaku untuk kondisi yang berbeda. Pengembalian keputusan mengenai
valid tidaknya suatu instrumen tergantung pada tiga hal, yaitu:
- Valid untuk apa,
- Valid untuk siapa, dan
- Valid dalam konteks yang bagaimana.
Suatu
instrumen mungkin saja valid untuk tujuan tertentu, akan tetapi belum tentu
valid untuk suatu tujuan lain. Suatu instrumen dapat saja valid untuk suatu
kelompok responden tertentu, akan tetapi belum tentu valid untuk kelompok
responden yang lain. Suatu instrumen mungkin saja valid untuk suatu kelompok
responden dengan latar belakang budaya tertentu, akan tetapi belum tentu valid
untuk kelompok responden yang lain dengan latar belakang budaya yang lain pula.
Jadi suatu instrumen yang dirancang untuk suatu tujuan tertentu, keputusan
mengenai validitasnya, hanya dapat dievaluasi atau dipertimbangkan bagi tujuan
tersebut.
Macam-Macam
Validitas Instrumen
Pada
umumnya para ahli pengukuran, khususnya pengukuran dalam bidang psikologi dan
pendidikan, menggolongkan validitas menjadi beberapa tipe, yaitu:.
- Validitas konstruk (construct validity),
- Validitas isi (content validity), dan
- Validitas kriterion (kriterion-related validity).
(Kerlinger,
2000:686; Babble, 2004:144-145).
Untuk
validitas konstruk dan validitas isi, kriteria yang digunakan dalam pengambilan
keputusan, dilakukan dengan menggunakan pertimbangan-pertimbangan logis,
konseptual, dan menggunakan dasar-dasar penalaran tertentu, tanpa harus
melakukan uji empiris atau uji lapangan. Sebaliknya, pada validitas kriterion,
proses validasinya dilakukan melalui pengujian empiris atau uji lapangan, yaitu
dengan jalan mengkorelasikan hasil pengukuran dari instrumen yang kits susun
dengan suatu kriterium yang dipandang valid. Bila peneliti memilih tipe
validitas korelasional, maka pengambilan keputusan untuk menyatakan apakah
instrumen tersebut valid atau tidak, dilakukan dengan menghitung korelasi
dengan menggunakan taraf siginifikansi 0,05. Ada dua tipe dari validitas
korelasional ini, yaitu validitas konkuren (concurrent validity), dan
validitas prediktif (predictive validity).
a.
Validitas konstruk
Validitas
konstruk berhubungan dengan pertanyaan: seberapa jauh instrumen yang kita susun
mampu menghasilkan butir-butir pertanyaan yang telah dilandasi oleh konsep
teoritik tertentu. Validitas konstruk disusun dengan mendasarkan diri pada
pertimbangan-pertimbangan rasional dan konseptual yang didukung oleh teori
yang sudah mapan. Proses menentukan validitas bukan merupakan pekerjaan yang
mudah. Untuk dapat menyusun validitas konstruk, peneliti harus menguasai
secara mendalam teori-teori yang relevan, ditambah dengan pengalaman menyusun
instrumen, konsultasi dengan ahli di bidangnya, dan diskusi dengan teman
sejawat (peers). Oleh karena itu untuk memantapkan validitas konstruk
ini, peneliti dianjurkan untuk memperoleh masukan berupa penilaian,
pertimbangan dan kritik-kritik dari pars ahli dalam bidang yang terkait.
Prosedur seperti itu dikenal dengan apa yang disebut dengan expert judgment.
Langkah-langkah
yang ditempuh untuk memperoleh suatu konstruk yang diharapkan, biasanya melalui
prosedur sebagai berikut:
1)
melakukan analisis logik, dan
2)
melakukan analisis hubungan dan atau perbedaan dengan konstruk lain.
Analisis
logic dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Peneliti membuat definisi operasional mengenai konstruk atau konsep yang
dimaksud dengan berlandaskan diri pada teori-teori yang relevan;
2)
Peneliti melakukan justifikasi mengenai suatu konstruk yang diperkirakan dapat
memberikan gambaran secara jelas mengenai suatu konstruk atau konsep yang
dimaksud. Dalam hal ini penyusun instrumen dapat menganut salah satu teori
atau melakukan suatu sintesa, atau memodifikasi teori yang ada yang dianggap
relevan.
3)
Operasionalisasikan konstruk yang secara konseptual telah mantap ke dalam
indikator-indikator, bahkan sampai ke dalam sub indikator (prediktoi), sehingga
perilaku atau gejalanya dapat diukur dan diamati.
4)
Lakukan check-recheck untuk meyakinkan bahwa apa yang telah dirumuskan
tersebut benar-benar telah menggambarkan konstruk yang dimaksud.
Analisis
hubungan dan atau analisis perbedaan dilakukan pertimbangan-pertimbangan
sebagai berikut:
1)
Kumpulkan konstruk atau konsep-konsep lain yang sama atau serupa dengan konsep
yang kita maksudkan. Di samping mengumpulkan konsep-konsep yang sama, juga
kumpulkan konsep-konsep lain yang berbeda. Mencari konsep-konsep yang sama atau
berbeda tersebut dimaksudkan agar diperoleh keyakinan yang kuat dan mendalam
bahwa konsep atau konstruk yang dimaksudkan secara teoritik dan logik benar.
2)
Suatu konstruk yang semula telah dianggap benar, akan tetapi apabila dikemudian
hari diperoleh informasi baru, baik informasi baru tersebut berasal dari teori
dan atau yang berasal dari sejawat atau ahli yang relevan, peneliti harus siap
melakukan modifikasi secukupnya-,
3)
Kumpulkan bukti-bukti dari sumber lain yang dipandang dapat mendukung konstruk
yang dimaksud, misalnya hasil pengukuran dengan instumen yang sejenis mengenai
objek, gejala, atau perilaku yang serupa, merupakan sumber yang sangat berharga
untuk dipertimbangkan.
b.
Validitas Isi
Validitas
isi berhubungan dengan kemampuan instrumen untuk menggambarkan atau melukiskan
secara tepat mengenai domain perilaku yang akan diukur. Misalnya instrumen yang
dibuat untuk mengukur kinerja karyawan, maka instrumen tersebut harus dapat
melukiskan secara benar mengenai kinerja karyawan sebagaimana diuraikan dalam
deskripsi tugas-tugas karyawan. Contoh lain lagi misalnya instrumen yang disiapkan
untuk mengukur prestasi belajar siswa, maka instrumen tersebut harus dapat
melukiskan dengan benar prestasi belajar siswa sesuai dengan standar prestasi
sesuai dengan materi pelajaran yang harus dikuasai oleh siswa. Kalau pada
instrumen kinerja peneliti melakukan analisis kinerja sebagaimana yang
ditetapkan dalam deskripsi tugas (job description), maka pada instrumen
untuk mengukur prestasi belajar, peneliti harus melakukan analisis materi
pelajaran, mulai dari pembagian bab per bab, sampai pada uraian setiap pokok
bahasan.
Ada
dua hal penting yang harus diperhatikan dalam memaknai validitas isi, yaitu:
1)
Menyangkut validitas butir, dan
2)
Menyangkut validitas sampling.
Validitas
butir berhubungan dengan pertanyaan: seberapa jauh butir-butir instrumen dapat
mencerminkan keseluruhan isi dari aspek atau domain yang hendak diukur.
Validitas sampling dihadapkan pada pertanyaan: seberapa jauh butir-butir
instrumen tersebut merupakan sampel yang representatif dari keseluruhan aspek
atau bahan atau domain yang diukur.
Dengan
memaknai komponen-komponen tersebut (butir dan sampling), penyusun instrumen
sebelum menyajikan butir-butir pertanyaan, terlebih dahulu ia harus menyusun
daftar yang memuat keseluruhan isi dari materi atau domain yang dimaksud. Keseluruhan
domain tersebut dijabarkan ke dalam aspek-aspek yang yang lebih terperinci.
kemudian dideskripsikan indikator-indikatornya, sampai ke sub-sub indikator,
sehingga gejalanya dapat diukur dan diamati. Selanjutnya untuk lebih
meyakinkan diri tentang semua yang telah dilakukan tersebut, penyusun instrumen
dapat meminta pertimbangan dari kolegia atau ahli yang kompeten melalui forum
diskusi antar ahli. Pertimbangan-pertimbangan itu berupa saran, masukan,
kritik, dan evaluasi, yang dimaksudkan memperbaiki dan menyempurnakan instrumen
yang kita susun.
c.
Validitas Kriterion
Validitas
kriterion yang dimaksud di sini ialah validitas instrumen yang diperoleh dengan
membandingkan instrumen yang kita susun/buat dengan suatu kriterium eksternal.
Kriterion eksternal yang dimaksud di sini adalah berupa hasil pengukuran yang
menurut pertimbangan rasional dapat dipertanggungjawabkan. Ada dua kriteria
yang sering digunakan oleh para ahli, yaitu:
1)
Kriterion konkaren (concurrent criterion), dan
2)
Kriterion prediktif (predictive criterion).
Apabila
peneliti menggunakan kriterion konkaren, peneliti harus mencari hasil-hasil
pengukuran lain yang pernah dilakukan orang, mengenai domain yang sama dengan
domain yang sedang kita siapkan instrumennya,yang dipandang atau diakui sudah
valid. Sebagai contoh misalnya peneliti ingin menyusun instrumen mengenai tes
masuk suatu perguruan tinggi. Untuk keperluan ini peneliti mengkomparasikan
hasil tes masuk perguruan tinggi dengan nilai rapor akhir kelas III SMU,
melalui analisis statistik korelasi. Bila hasil korelasi menunjukkan ada
korelasi dengan taraf signifikansi 0,05, maka